Republika/Prayogi |
Selasa 18 Sep 2018
12:39 WIB
Red: Agung Sasongko
Kepiawaian manusia
dalam berkomunikasi adalah sesuatu yang wajar.
REPUBLIKA.CO.ID,OLEH
MUSFIRAH NURLAILI
Dalam kaitan dengan
tahun politik atau pesta demokrasi yang tinggal beberapa bulan ke depan, hampir
bisa dipastikan persaingan dan kompetisi antara pihak-pihak yang berkepentingan
semakin hari semakin ramai, bahkan cenderung seru. Masyarakat disajikan
berbagai variasi adu gagasan dalam forum-forum formal dan informal dengan gaya
komunikasi atraktif disertai argumen yang rasional.
Kepiawaian manusia
dalam berkomunikasi adalah sesuatu yang wajar. Bahkan, Al-Quran menyatakan
secara implisit, manusia adalah makhluk komunikasi. Dalam surah ar-Rahman ayat
1-4,
“(Tuhan) Yang Maha Pemurah serta melimpah-limpah
rahmatNya.
Dia lah yang telah mengajarkan Al-Quran.
Dia lah yang telah menciptakan manusia; -
Dia lah yang telah membolehkan manusia (bertutur) memberi dan menerima kenyataan.”
Dia lah yang telah membolehkan manusia (bertutur) memberi dan menerima kenyataan.”
Allah s.w.t. menegaskan, Yang Maha kasih mengajarkan Al-Quran, menciptakan
manusia, mengajarkannya al-Bayan. Ketika menjelaskan ayat ini, seorang mufasir
kenamaan, Imam Syaukani dalam 'Fath al-Qadir' menguraikan, yang dimaksud dengan
al-Bayan tidak lain adalah kemampuan berkomunikasi.
Selain menggunakan kata
al-Bayan, Al-Quran juga menggunakan kata al-Qawl. Hasil pelacakan terhadap kata
ini dalam konteks perintah (al-amr) paling tidak menemukan enam prinsip
komunikasi:
Qaulan Sadidan (Quran, surah An-Nisa: 9)
“Dan hendaklah takut (kepada Allah daripada melakukan aniaya kepada
anak-anak yatim oleh) orang-orang (yang menjadi penjaganya), yang jika
ditakdirkan mereka pula meninggalkan anak-anak yang daif (yatim) di belakang
mereka, (tentulah) mereka akan merasa bimbang terhadap (masa depan dan
keselamatan) anak-anak mereka; oleh itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah,
dan hendaklah mereka mengatakan perkataan yang betul (menepati kebenaran).”
Qaulan Sadidan (Quran, surah Al-Ahzab: 70)
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan
katakanlah perkataan yang tepat - benar (dalam segala perkara),”
Qaulan Baligan (Quran, surah An-Nisa: 63)
“Mereka itulah orang-orang yang diketahui oleh Allah akan apa yang ada
dalam hati mereka, oleh itu berpalinglah engkau daripada mereka, dan
nasihatilah mereka, serta katakanlah kepada mereka kata-kata yang boleh memberi
kesan pada hati mereka.”
Qaulan Maysuran (Quran, surah Al-Israa': 28)
“Dan jika engkau terpaksa berpaling tidak melayani mereka, kerana
menunggu rezeki dari Tuhanmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepada
mereka kata-kata yang menyenangkan hati.”
Qaulan Layyinan(Quran, surah Thaahaa: 44)
“Kemudian hendaklah kamu berkata kepadanya, dengan kata-kata yang
lemah-lembut, semoga ia beringat atau takut.”
Qaulan Kariman (Quran, surah Al-Israa':
23)
“Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan
kepadaNya semata-mata, dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika
salah seorang dari keduanya, atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua
dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka
(sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan "Ha", dan janganlah
engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan
yang mulia (yang bersopan santun).”
Qaulan Ma'rufan(Quran, surah An-Nisa: 5)
“Dan janganlah kamu
berikan (serahkan) kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya akan harta
(mereka yang ada dalam jagaan) kamu, (harta) yang Allah telah menjadikannya
untuk kamu semua sebagai asas pembangunan kehidupan kamu; dan berilah mereka
belanja dan pakaian dari pendapatan hartanya (yang kamu niagakan), dan juga
berkatalah kepada mereka dengan kata-kata yang baik.”
Dalam kaitan memberikan
keterangan, penjelasan, klarifikasi, atau apa pun namanya, Al-Quran mengarahkan
setiap orang untuk berpegang kepada prinsip qaulan sadidan. Prinsip ini
ditemukan dua kali dalam Al-Quran.
Pertama dalam urusan anak yatim dan masalah keturunan. Dan hendaklah orang-orang takut kalau-kalau di belakang hari mereka meninggalkan keturunan yang lemah yang mereka khawatirkan kesejahteraannya. Hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berkata dengan qaulan sadidan.
Pertama dalam urusan anak yatim dan masalah keturunan. Dan hendaklah orang-orang takut kalau-kalau di belakang hari mereka meninggalkan keturunan yang lemah yang mereka khawatirkan kesejahteraannya. Hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berkata dengan qaulan sadidan.
Kedua, dalam hal
sebagai atribut ketakwaan. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan ucapkanlah qaulan sadidan. Nanti Allah akan membaikkan
amal-amal kamu, mengampuni dosa-dosamu. Siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya,
ia pasti akan mencapai keberuntungan yang besar.
Lalu, apa yang dimaksud
dengan qaulan sadidan? Qaulan sadidan ertinya perkataan yang benar dan jujur.
Pickthal menerjemahkannya dengan 'straight to the point', lurus, tidak bohong,
dan jauh dari berbelit-belit.
Perkataan yang benar
atau qaulan sadidan harus berbanding lurus atau sesuai dengan kriteria
kebenaran yang dikandung Al-Quran, al-Sunnah, dan ilmu. Al-Quran menyindir keras
orang-orang yang berdiskusi tanpa merujuk kepada al-Kitab, petunjuk, dan ilmu
(Quran, surah Luqman: 20).
“Tidakkah kamu
memperhatikan bahawa Allah telah memudahkan untuk kegunaan kamu apa yang ada di
langit dan yang ada di bumi, dan telah melimpahkan kepada kami nikmat-nimatNya
yang zahir dan yang batin? Dalam pada itu, ada di antara manusia orang yang
membantah mengenai (sifat-sifat) Allah dengan tidak berdasarkan sebarang
pengetahuan atau sebarang petunjuk; dan tidak juga berdasarkan mana-mana Kitab
Allah yang menerangi kebenaran.”
Perkataan yang benar
juga adalah perkataan yang tidak mengandung kebohongan dan ucapan yang jujur.
Dalam riwayat muttafaq
alaih, Nabi s.a.w. bersabda: "Jauhi dusta, kerana dusta membawa kamu kepada dosa
dan dosa membawa kamu kepada neraka. Lazimkanlah berkata jujur, kerana jujur
membawa kamu kepada kebajikan dan kebajikan akan membawa kamu ke surga.
"Bahkan, dengan
lebih tegas lagi Nabi berpesan ketika membaiat Abu Dzar (tentu saja tidak hanya
untuk Abu Dzar), "Katakanlah kebenaran itu walaupun pahit." Oleh
Kerana itu, pada masa Khalifah Utsman, Abu Dzar kerap mengkritik pejabat yang
korup. Ia menyampaikan kecaman saat orang lain menyampaikan pujian. Ia tidak
mahu berdusta. Hingga akhirnya ia diusir ke Rabazah dan wafat di tempat pengasingan
tersebut.
Tentu saja sekarang
ini, para pihak yang berkepentingan dengan politik adu gagasan untuk menarik
simpati masyarakat sepatutnya disajikan perkataan yang jujur dan lurus. Tak ada
lagi pem belok kan fakta, penyimpangan informasi, dan kebenaran yang
ditutup-tutupi. Sajikan kebenaran dengan perkataan yang benar dan hindari kebohongan, apalagi kebohongan publik. Wallahua'lam.
No comments:
Post a Comment