
Antara etika komunikasi menurut Islam;
Dalam etika-etika komunikasi
islam ada 6 jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) iaitu:
1. Qaulan Layyina (perkataan
yang lemah lembut)
Perintah menggunakan perkataan
yang lemah lembut ini terdapat dalam Quran surah Thaahaa ayat 44:
”Maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat
atau takut".
Ayat di atas adalah perintah
Allah s.w.t. kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak
kasar, kepada Firaun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak
berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan
komunikasi kita.
Dari ayat tersebut maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa Qaulan Layina bererti pembicaraan yang lemah-lembut,
dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh
hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara.
Siapa pun tidak suka bila berbicara dengan orang-orang yang kasar. Rasullulah
selalu bertutur kata dengan lemah lembut, hingga setiap kata yang beliau
ucapkan sangat menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Dalam Tafsir Ibnu
Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata-kata sindiran, bukan dengan
kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.
Komunikasi yang tidak
mendapat sambutan yang baik dari orang lain adalah komunikasi yang dibarengi
dengan sikap dan perilaku yang menakutkan dan dengan nada bicara yang tinggi
dan emosional. Cara berkomunikasi seperti ini selain kurang menghargai orang
lain, juga tidak etis dalam pandangan agama. Dalam perspektif komunikasi,
komunikasi yang demikian, selain tidak komunikatif, juga membuat komunikan
mengambil jarak disebabkan adanya perasaan takut di dalam dirinya.
Islam mengajarkan agar
menggunakan komunikasi yang lemah lembut kepada siapa pun. Dalam lingkungan
apapun, komunikator sebaiknya berkomunikasi pada komunikan dengan cara lemah
lembut, jauh dari pemaksaan dan permusuhan. Dengan menggunakan komunikasi yang
lemah lembut, selain ada perasaan bersahabat yang menyusup ke dalam hati
komunikan, ia juga berusaha menjadi pendengar yang baik.
Dengan demikian, dalam
komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara
(intonasi) yang bernada keras dan tinggi. Allah melarang bersikap keras dan
kasar dalam berdakwah, kerana kekerasan akan mengakibatkan dakwah tidak akan
berhasil malah ummat akan menjauh.
2. Qaulan Masyura (perkataan
yang ringan).
Komunikasi berkesan
mempergunakan bahasa yang mudah, ringkas dan tepat sehingga mudah dicerna dan
dimengerti. Dalam Al-Qur’an ditemukan istilah qaulan maisura yang merupakan
salah satu tuntunan untuk melakukan komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang
mudah difahami melegakan perasaan.
Dalam Firman Allah dijelaskan dalam
surah Al-Israa’: 28:
“Dan jika kamu berpaling
dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka
katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas”.
Maisura seperti yang terlihat
pada ayat diatas sebenarnya berakar pada kata yasara, yang secara etimologi bererti
mudah atau pantas. Sedangkan qaulan maisura menurut Jalaluddin Rakhmat,
sebenarnya lebih tepat diertikan “ucapan yang menyenangkan,” lawannya adalah
ucapan yang menyulitkan. Bila qaulan ma’rufa berisi petunjuk melalui perkataan
yang baik, qaulan maisura berisi hal-hal yang menggembirakan melalui perkataan
yang mudah dan pantas.
Dakwah dengan qaulan maisura ertinya
pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah difahami secara spontan berfikir
dua kali. Pesan dakwah model ini tidak memerlukan dalil naqli, alasan-alasan
yang logik. Dakwah dengan pendekatan ini harus menjadi pertimbangan mad’u
misalnya yang dihadapi itu, sama ada dizalimi haknya oleh orang-orang yang kuat
dan masyarakat yang secara sosial berada dibawah garis kemiskinan, kerana sangat
peka dengan nasihat yang panjang, kerananya da’i harus memberikan solusi dengan
membantu mereka dalam dakwah bil hal.
3.
Qaulan Sadidan (perkataan
benar, lurus, jujur)
Kata “qaulan sadidan” disebut
dua kali dalam Al-Qur’an.
Apa erti qaulan sadidan?
Qaulan sadidan ertinya pembicaraan yang benar, jujur, (Picthall
menerjemahkannya “straight to the point”), lurus, tidak bohong, tidak
berbelit-belit. Prinsip komunikasi yang pertama menurut Al-Quran adalah berkata
yang benar. Ada beberapa makna dari pengertian yang benar:
Sesuai dengan kriteria kebenaran
Erti pertama benar adalah sesuai dengan kebenaran. Dalam
segi substansi mencakup faktual, tidak direkayasa atau dimanipulasi. Sedangkan
dari segi redaksi, harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku dan
sesuai dengan kaedah bahasa yang berlaku. Ucapan yang benar tentu ucapan
yang sesuai dengan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ilmu. semasa berdiskusi, kuliah
dan dialog harus merujuk pada Al-Qur’an, petunjuk dan ilmu.
Tidak bohong
Erti kedua dari qaulan sadidan adalah ucapan yang jujur,
tidak bohong. Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:
“Jauhi dusta kerana dusta membawa kamu pada dosa, dan dosa membawa kamu pada
neraka. Lazimlah berkata jujur, kerana jujur membawa kamu kepada kebajikan,
membawa kamu pada surga.” Meskipun kepada anak-anak masih kecil lagi jangan
berbohong kepada mereka, seharusnya kita mengajarkan kejujuran kepada mereka
sejak dini.
Pertama, Allah menyuruh manusia menyampaikan qaulan sadidan
dalam urusan anak yatim dan keturunan, terdapat dalam Al-Quran, firman Allah s.w.t. dalam surah An-Nisa
ayat 9:
“Dan hendaklah takut
(kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang
lemah dibelakang mereka, yang mereka khawatirkan terhadap
(kesejahteraannya)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah
dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar (qaulan sadidan)”.
Kedua, Allah memerintahkan qaulan sadidan sesudah taqwa
dalam surah Al-Ahzab ayat 70:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan
ucapkanlah qaulan sadidan. Nanti Allah akan membaikkan amal-amal kamu,
mengampuni dosa kamu. Siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya ia akan
mendapat keuntungan yang besar.”
4. Qaulan Balighan (perkataan
yang membekas pada jiwa, tepat sasaran, komunikatif, mudah mengerti).
Ungkapan ini terdapat dalam Al-Quran
surah An-Nisa ayat 63:
“Mereka itu adalah
orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. kerana itu
berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah
kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.
Perkataan “baligh” dalam bahasa
arab ertinya sampai, mengenai sasaran atau mencapai tujuan. Apabila dikaitkan
dengan qaul (ucapan atau komunikasi), “baligh” bererti fasih, jelas maknanya,
terang, tepat menggunakan apa yang dikehendaki. Oleh kerana itu prinsip qaulan
balighan dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi yang efektif.
Jalaluddin Rahmat memerinci
pengertian qaulan baligha menjadi dua, pertama qaulan baligha terjadi bila da’i
(komunikator) menyesuaian pembicaraannya dengan sifat-sifat khalayak yang
dihadapinya sesuai dengan frame of reference and field of experience. Kedua,
qaulan baligha terjadi bila komunikator menyentuh khalayaknya pada hati dan
otaknya sekaligus. Jika dicermati pengertian qaulan baligha yang diungkapkan
oleh Jalaluddin Rahmat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kata qaulan baligha
ertinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak
berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara
dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas
komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.
Sebagai orang yang bijak bila
berdakwah kita harus melihat stuasi dan kondisi yang tepat dan menyampaikan
dengan kata-kata yang tepat. Bila bicara dengan anak-anak kita harus berkata
sesuai dengan pikiran mereka, bila dengan remaja kita harus mengerti dunia
mereka. Jangan sampai kita berdakwah tentang teknologi nuklir dihadapan jamaah
yang berusia lanjut yang tentu sangat tidak tepat sasaran, malah membuat mereka
semakin bingung. Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang
awam tentu harus dibezakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan
cendekiawan. Berbicara di depan anak tentu harus tidak sama dengan saat
berbicara di depan mahasiswa.
Rasulullah sendiri memberi
contoh dengan khotbah-khotbahnya. Umumnya khotbah Rasulullah pendek, tapi
dengan kata-kata yang padat makna. Nabi Muhammad menyebutnya “jawami al-qalam”.
Ia berbicara dengan wajah yang serius dan memilih kata-kata yang sedapat
mungkin menyentuh hati para pendengarnya. Irbadh bin Sariyah, salah seorang
sahabatnya bercerita: “Suatu hari Nabi menyampaikan nasihat kepada kami.
Bergetarlah hati kami dan berlinang air mata kami. Seorang diantara kami
berkata Ya Rasulullah, seakan-akan baru kami dengar khotbah perpisahan. Tambahlah
kami wasiat”. Tidak jarang disela-sela khotbahnya, Nabi berhenti untuk bertanya
kepada yang hadir atau memberi kesempatan kepada yang hadir untuk bertanya.
Dengan segala otoritasnya, Nabi adalah orang yang senang membuka dialog.
5. Qaulan Ma’rufa (perkataan
yang baik)
"Qaulan ma’rufa" dapat
diterjemahkan dengan ungkapan yang pantas. Kata ma’rufa berbentuk isim maf’ul
yang berasal dari madhinya, ’arafa. Salah satu pengertian mar’ufa secara
etimologis adalah al-khair atau al-ihsan, yang berarti yang baik-baik. Jadi "qaulan ma’rufa" mengandung pengertian perkataan atau ungkapan yang baik dan
pantas.
Jalaluddin rahmat menjelaskan
bahwa "qaulan ma’rufan" adalah perkataan yang baik. Allah menggunakan frase ini
ketika berbicara tentang kewajiban orang-orang kaya atau kuat terhadap
orang-orang miskin atau lemah. "Qaulan ma’rufa" bererti pembicaraan yang
bermamfaat memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukan pemecahan
terhadap kesulitan kepada orang lemah, jika kita tidak dapat membantu secara
material, kita harus dapat membantu psikologi. "Qaulan ma’rufa" juga bermakna
pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Sebagai muslim
yang beriman, perkataan kita harus terjaga dari perkataan yang sia-sia, apapun
yang kita ucapkan harus selalu mengandung nasehat, menyejukkan hati bagi orang
yang mendengarnya. Jangan sampai kita hanya mencari-cari kejelekan orang lain,
yang hanya bisa mengkritik atau mencari kesalahan orang lain, memfitnah dan
menghasut.
Kata "qaulan ma`rufa" disebutkan
Allah dalam ayat Al-Qur'an surah Al-Ahzab ayat 32:
“Hai isteri-isteri Nabi,
kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka
janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik.”
6. Qaulan Karima (perkataan
yang mulia)
Islam mengajarkan agar
mempergunakan perkataan yang mulia dalam berkomunikasi kepada siapapun.
Perkataan yang mulia ini seperti terdapat dalam ayat Al-Qur’an surah Al-Isra
ayat 23:
“Dan Tuhanmu telah
memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik
kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai
berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan jangan engkau membentak keduanya
dan ucapkanlah kepada keduanya perktaan yang baik”.
Dengan penjelasan diatas maka
dapat disimpulkan bahwa qaulan karimah adalah perkataan yang mulia, dibarengi
dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan
bertatakrama. Dalam konteks jurnalistik dan penyiaran, "Qaulan karima" bermakna
mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari
“bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis.
Dalam perspektif dakwah maka
term pergaulan qaulan karima diperlakukan jika dakwah itu ditujukan kepada
kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut. Seseorang da’i dalam
perhubungan dengan lapisan mad’u yang sudah masuk kategori usia lanjut,
haruslah bersikap seperti terhadap orang tua sendiri, yakni hormat dan tidak
kasar kepadanya, karena manusia meskipun telah mencapai usia lanjut, bisa saja
berbuat salah atau melakukan hal-hal yang sesat menurut ukuran agama.
Komunikasi yang baik tidak
dinilai dari tinggi rendahnya jabatan atau pangkat seseorang, tetapi ia dinilai
dari perkataan seseorang. Cukup banyak orang yang gagal berkomunikasi dengan
baik kepada orang lain disebabkan mempergunakan perkataan yang keliru dan
berpotensi merendahkan orang lain. Permasahan perkataan tidak bisa dianggap
ringan dalam komunikasi. Karena salah perkataan berimplikasi terhadap kualitas
komunikasi dan pada gilirannya mempengaruhi kualitas hubungan sosial. Bahkan
karena salah perkataan hubungan sosial itu putus sama sekali.
No comments:
Post a Comment