Tuesday, April 18, 2017

ETIKA komunikasi menurut Islam


Bagi memperbaiki suatu hubungan antara dua pihak, maka komunikasi, amat penting bagi menjalin hubungan dan mengeratkan persefahaman di samping mengurangkan jurang persengketaan.

Antara etika komunikasi menurut Islam;

Dalam etika-etika komunikasi islam ada 6 jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) iaitu:

1. Qaulan Layyina (perkataan yang lemah lembut)

Perintah menggunakan perkataan yang lemah lembut ini terdapat dalam Quran surah  Thaahaa ayat 44:






A044

  
”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". 

Ayat di atas adalah perintah Allah s.w.t. kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Firaun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.

Dari ayat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Qaulan Layina bererti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapa pun tidak suka bila berbicara dengan orang-orang yang kasar. Rasullulah selalu bertutur kata dengan lemah lembut, hingga setiap kata yang beliau ucapkan sangat menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata-kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.

Komunikasi yang tidak mendapat sambutan yang baik dari orang lain adalah komunikasi yang dibarengi dengan sikap dan perilaku yang menakutkan dan dengan nada bicara yang tinggi dan emosional. Cara berkomunikasi seperti ini selain kurang menghargai orang lain, juga tidak etis dalam pandangan agama. Dalam perspektif komunikasi, komunikasi yang demikian, selain tidak komunikatif, juga membuat komunikan mengambil jarak disebabkan adanya perasaan takut di dalam dirinya.

Islam mengajarkan agar menggunakan komunikasi yang lemah lembut kepada siapa pun. Dalam lingkungan apapun, komunikator sebaiknya berkomunikasi pada komunikan dengan cara lemah lembut, jauh dari pemaksaan dan permusuhan. Dengan menggunakan komunikasi yang lemah lembut, selain ada perasaan bersahabat yang menyusup ke dalam hati komunikan, ia juga berusaha menjadi pendengar yang baik.

Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. Allah melarang bersikap keras dan kasar dalam berdakwah, kerana kekerasan akan mengakibatkan dakwah tidak akan berhasil malah ummat akan menjauh.


2. Qaulan Masyura (perkataan yang ringan).

Komunikasi berkesan mempergunakan bahasa yang mudah, ringkas dan tepat sehingga mudah dicerna dan dimengerti. Dalam Al-Qur’an ditemukan istilah qaulan maisura yang merupakan salah satu tuntunan untuk melakukan komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah difahami melegakan perasaan.

Dalam Firman Allah dijelaskan dalam surah Al-Israa’: 28:


  A028

“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas”.

Maisura seperti yang terlihat pada ayat diatas sebenarnya berakar pada kata yasara, yang secara etimologi bererti mudah atau pantas. Sedangkan qaulan maisura menurut Jalaluddin Rakhmat, sebenarnya lebih tepat diertikan “ucapan yang menyenangkan,” lawannya adalah ucapan yang menyulitkan. Bila qaulan ma’rufa berisi petunjuk melalui perkataan yang baik, qaulan maisura berisi hal-hal yang menggembirakan melalui perkataan yang mudah dan pantas.

Dakwah dengan qaulan maisura ertinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah difahami secara spontan berfikir dua kali. Pesan dakwah model ini tidak memerlukan dalil naqli, alasan-alasan yang logik. Dakwah dengan pendekatan ini harus menjadi pertimbangan mad’u misalnya yang dihadapi itu, sama ada dizalimi haknya oleh orang-orang yang kuat dan masyarakat yang secara sosial berada dibawah garis kemiskinan, kerana sangat peka dengan nasihat yang panjang, kerananya da’i harus memberikan solusi dengan membantu mereka dalam dakwah bil hal.


3.    Qaulan Sadidan (perkataan benar, lurus, jujur)

Kata “qaulan sadidan” disebut dua kali dalam Al-Qur’an.

Apa erti qaulan sadidan? Qaulan sadidan ertinya pembicaraan yang benar, jujur, (Picthall menerjemahkannya “straight to the point”), lurus, tidak bohong, tidak berbelit-belit. Prinsip komunikasi yang pertama menurut Al-Quran adalah berkata yang benar. Ada beberapa makna dari pengertian yang benar:


Sesuai dengan kriteria kebenaran

Erti pertama benar adalah sesuai dengan kebenaran. Dalam segi substansi mencakup faktual, tidak direkayasa atau dimanipulasi. Sedangkan dari segi redaksi, harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku dan sesuai dengan kaedah bahasa yang berlaku. Ucapan yang benar tentu ucapan yang sesuai dengan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ilmu. semasa berdiskusi, kuliah dan dialog harus merujuk pada Al-Qur’an, petunjuk dan ilmu.


Tidak bohong

Erti kedua dari qaulan sadidan adalah ucapan yang jujur, tidak bohong. Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Jauhi dusta kerana dusta membawa kamu pada dosa, dan dosa membawa kamu pada neraka. Lazimlah berkata jujur, kerana jujur membawa kamu kepada kebajikan, membawa kamu pada surga.” Meskipun kepada anak-anak masih kecil lagi jangan berbohong kepada mereka, seharusnya kita mengajarkan kejujuran kepada mereka sejak dini.


Pertama, Allah menyuruh manusia menyampaikan qaulan sadidan dalam urusan anak yatim dan keturunan, terdapat dalam Al-Quran, firman Allah s.w.t. dalam surah An-Nisa ayat 9:


A009

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraannya)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar (qaulan sadidan)”.



Kedua, Allah memerintahkan qaulan sadidan sesudah taqwa dalam surah Al-Ahzab ayat 70:

A070


“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah qaulan sadidan. Nanti Allah akan membaikkan amal-amal kamu, mengampuni dosa kamu. Siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya ia akan mendapat keuntungan yang besar.”


4. Qaulan Balighan (perkataan yang membekas pada jiwa, tepat sasaran, komunikatif, mudah mengerti).

Ungkapan ini terdapat dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 63:


A063

“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. kerana itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.

Perkataan “baligh” dalam bahasa arab ertinya sampai, mengenai sasaran atau mencapai tujuan. Apabila dikaitkan dengan qaul (ucapan atau komunikasi), “baligh” bererti fasih, jelas maknanya, terang, tepat menggunakan apa yang dikehendaki. Oleh kerana itu prinsip qaulan balighan dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi yang efektif.

Jalaluddin Rahmat memerinci pengertian qaulan baligha menjadi dua, pertama qaulan baligha terjadi bila da’i (komunikator) menyesuaian pembicaraannya dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya sesuai dengan frame of reference and field of experience. Kedua, qaulan baligha terjadi bila komunikator menyentuh khalayaknya pada hati dan otaknya sekaligus. Jika dicermati pengertian qaulan baligha yang diungkapkan oleh Jalaluddin Rahmat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kata qaulan baligha ertinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

Sebagai orang yang bijak bila berdakwah kita harus melihat stuasi dan kondisi yang tepat dan menyampaikan dengan kata-kata yang tepat. Bila bicara dengan anak-anak kita harus berkata sesuai dengan pikiran mereka, bila dengan remaja kita harus mengerti dunia mereka. Jangan sampai kita berdakwah tentang teknologi nuklir dihadapan jamaah yang berusia lanjut yang tentu sangat tidak tepat sasaran, malah membuat mereka semakin bingung. Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus dibezakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan anak tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa.

Rasulullah sendiri memberi contoh dengan khotbah-khotbahnya. Umumnya khotbah Rasulullah pendek, tapi dengan kata-kata yang padat makna. Nabi Muhammad menyebutnya “jawami al-qalam”. Ia berbicara dengan wajah yang serius dan memilih kata-kata yang sedapat mungkin menyentuh hati para pendengarnya. Irbadh bin Sariyah, salah seorang sahabatnya bercerita: “Suatu hari Nabi menyampaikan nasihat kepada kami. Bergetarlah hati kami dan berlinang air mata kami. Seorang diantara kami berkata Ya Rasulullah, seakan-akan baru kami dengar khotbah perpisahan. Tambahlah kami wasiat”. Tidak jarang disela-sela khotbahnya, Nabi berhenti untuk bertanya kepada yang hadir atau memberi kesempatan kepada yang hadir untuk bertanya. Dengan segala otoritasnya, Nabi adalah orang yang senang membuka dialog.


5. Qaulan Ma’rufa (perkataan yang baik)

"Qaulan ma’rufa" dapat diterjemahkan dengan ungkapan yang pantas. Kata ma’rufa berbentuk isim maf’ul yang berasal dari madhinya, ’arafa. Salah satu pengertian mar’ufa secara etimologis adalah al-khair atau al-ihsan, yang berarti yang baik-baik. Jadi "qaulan ma’rufa" mengandung pengertian perkataan atau ungkapan yang baik dan pantas.

Jalaluddin rahmat menjelaskan bahwa "qaulan ma’rufan" adalah perkataan yang baik. Allah menggunakan frase ini ketika berbicara tentang kewajiban orang-orang kaya atau kuat terhadap orang-orang miskin atau lemah. "Qaulan ma’rufa" bererti pembicaraan yang bermamfaat memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukan pemecahan terhadap kesulitan kepada orang lemah, jika kita tidak dapat membantu secara material, kita harus dapat membantu psikologi.  "Qaulan ma’rufa" juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Sebagai muslim yang beriman, perkataan kita harus terjaga dari perkataan yang sia-sia, apapun yang kita ucapkan harus selalu mengandung nasehat, menyejukkan hati bagi orang yang mendengarnya. Jangan sampai kita hanya mencari-cari kejelekan orang lain, yang hanya bisa mengkritik atau mencari kesalahan orang lain, memfitnah dan menghasut.

Kata "qaulan ma`rufa" disebutkan Allah dalam ayat Al-Qur'an surah Al-Ahzab ayat 32:


A032

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik.”


6. Qaulan Karima (perkataan yang mulia)

Islam mengajarkan agar mempergunakan perkataan yang mulia dalam berkomunikasi kepada siapapun. Perkataan yang mulia ini seperti terdapat dalam ayat Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 23:


A023

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan jangan engkau membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya perktaan yang baik”.

Dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa qaulan karimah adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam konteks jurnalistik dan penyiaran, "Qaulan karima" bermakna mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis.

Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qaulan karima diperlakukan jika dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut. Seseorang da’i dalam perhubungan dengan lapisan mad’u yang sudah masuk kategori usia lanjut, haruslah bersikap seperti terhadap orang tua sendiri, yakni hormat dan tidak kasar kepadanya, karena manusia meskipun telah mencapai usia lanjut, bisa saja berbuat salah atau melakukan hal-hal yang sesat menurut ukuran agama.

Komunikasi yang baik tidak dinilai dari tinggi rendahnya jabatan atau pangkat seseorang, tetapi ia dinilai dari perkataan seseorang. Cukup banyak orang yang gagal berkomunikasi dengan baik kepada orang lain disebabkan mempergunakan perkataan yang keliru dan berpotensi merendahkan orang lain. Permasahan perkataan tidak bisa dianggap ringan dalam komunikasi. Karena salah perkataan berimplikasi terhadap kualitas komunikasi dan pada gilirannya mempengaruhi kualitas hubungan sosial. Bahkan karena salah perkataan hubungan sosial itu putus sama sekali.









No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Your Website Title
How to Share With Just Friends

How to share with just friends.

Posted by Facebook on Friday, December 5, 2014