“Kerapkali orang yang berpenampilan kusut,
berdebu, berpakaian lusuh dan disepelekan, jika bersumpah dengan nama Allah,
niscaya Allah s.w.t. akan mengabulkan. Sekiranya dia berkata, ‘Ya Allah, saya
memohon surgamu,’ nescaya Allah s.w.t. akan menganugerahkan surga kepadanya dam
tidak memberikan sedikit pun bagian dari dunia.” (Hadith riwayat Muslim).
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. bersabda:
“Penghuni surga semuanya
(berasal dari orang yang berpenampilan) kusut, berdebu, berpakaian lusuh dan
disepelekan. Merekalah yang jika memohon izin kepada penguasa tidak diberi
izin, jika melamar perempuan tidak diterima dan jika berbicara tidak didengar. Kebutuhan
mereka hanya terbetik dalam hatinya. Sekiranya cahaya dirinya dibagi
(dipancarkan) kepada manusia pada hari kiamat, niscaya akan mengenai mereka
semua”. (Hadith riwayat, al-Bukhari dan Ahmad).
Sahabat Abu Hurairah r.a. berkata:
“Aku pernah melihat tujuh puluh orang
diantara ahlus shuffah, tidak seorang pun dari mereka yang memakai kain yang
menutupi bahagian atas tubuh mereka, mereka hanya memakai kain atau sarung yang
mereka ikatkan ke leher. Diantara kain yang dipakainya itu, ada yang menutupi
hanya separuh betis dan ada yang menutupnya sampai kedua matakaki, juga ada
diantara mereka yang memegang kain dengan tangannya kerana khuatir nampak
terbuka auratnya.” (Hadith riwaayat al-Bukhari)
"Pemberian sedekah itu) ialah bagi orang-orang fakir miskin yang telah menentukan dirinya (dengan menjalankan khidmat atau berjuang) pada jalan Allah (membela Islam), yang tidak berupaya mengembara di muka bumi (untuk berniaga dan sebagainya); mereka itu disangka: orang kaya - oleh orang yang tidak mengetahui halnya, kerana mereka menahan diri daripada meminta-minta. Engkau kenal mereka dengan (melihat) sifat-sifat dan keadaan masing-masing, mereka tidak meminta kepada orang ramai dengan mendesak-desak. Dan (ketahuilah), apa jua yang kamu belanjakan dari harta yang halal maka sesungguhnya Allah sentiasa Mengetahuinya." (Quran, surah Al-Baqarah : 273).
Tersebut dalam tafsir Qurthubi, bahwa ayat ini
turun pada mulanya untuk mengerahkan orang bersedekah kepada Ahlus Suffah,
tetapi kemudian menjadi umum, yakni bersedekah kepada seluruh orang miskin
(Tafsir Qurthubi Jilid III halaman 340).
Saya menampilkan hadith dan ayat Al-Qur’an di
awal tulisan ini tidak lain untuk menambah keyakinan kita semua bahwa pemahaman
sufi lahir sejak awal munculnya Islam dan mereka generasi sufi pertama langsung
dibawah bimbingan Rasulullah s.a.w.. Kehidupan mereka yang sangat sederhana sangat
selaras dengan kehidupan Nabi dan juga para sahabat lain di masa itu. Mereka
lebih mengutamakan kepentingan agama dari kepentingan pribadinya.
Rasulullah s.a.w. begitu menaruh perhatian kepada
para Ahlus Shufah, bahkan anak perempuan Beliau sendiri Fatimah disuruh untuk
memberikan sedekah kepada Ahlus Shuffah.
Disamping belajar langsung dari Nabi s.a.w., mereka
juga berfungsi sebagai tentera yang siap dikirim kemana saja dalam membela
agama. Ketika pertempuran dan perang berkecamuk dengan silih berganti mereka
memimpin pasukan menjadi laskar Islam yang tangguh. Di kala damai mereka sering
mendapat tugas dari Rasululah s.a.w. sebagai duta umat ke negeri-negeri yang
ditaklukkan pasukan Islam dan sekaligus menjadi da’i yang menyampaikan dakwah
dan mengajarkan Islam di sana.
Sebagian mereka yang syahid di Badar, antara
lain; Safwan ibn Bayda, Zayd ibn Khattab, Kharim ibn Fatik al-Asadi, Khubayh
ibn Yasaf, Salim ibn Umair, dan Haritsah ibn Nu’man al-Ansari.
Yang syahid di Uhud; Hanzhalah al-Ghazil.
Syahid dalam Perang Hudaibiyah; Jurhad ibn Khuwa’ad dan Abu Suraybah
al-Ghifari. Syahid di Khaibar; Tariq ibn Amr. Syahid di Tabuk; Abd Allah Dzu
al-Bijadam. Syahid di Yamamah; Salim dan Zayd ibn al-Khattab. Dengan demikian,
mereka menghabiskan malam hari untuk ibadah dan siang hari untuk berperang.
Pendidikan model Ahlus Shuffah ini kemudian
menjadi contoh bagi generasi selanjutnya, ulama-ulama pewaris Nabi s.a.w. yang mengajarkan
umat secara zahir dan batin sehingga bukan saja jasmani mereka beragama akan
tetapi juga rohani mereka.
Salah satu hal yang saya syukuri dalam hidup
adalah Allah s.w.t. memberikan kesempatan kepada saya untuk mengenal dan ikut
merasakan bersama orang-orang yang hidup sangat sederhana, tinggal di rumah
seadanya dan makan dengan makanan sangat sederhana pula bahkan mereka lebih
sering berpuasa dari pada tidak berpuasa dan mereka semua dibimbing oleh Guru
Mursyid dalam mencari keridhaan Allah s.w.t..
Kehidupan yang sangat sederhana dibawah
kebutuhan dasar manusia ini bukanlah bersifat selamanya seumur hidup, akan
tetapi hanya berlangsung ketika mereka belajar kepada Guru, langsung dibawah
bimbingan Guru dalam jumlah waktu tertentu. Ada yang belajar 100 hari, 1 tahun
bahkan ada yang 5 tahun.
Mereka yang pernah mendapat bimbingan ini
dikemudian hari terjun ke kehidupan dunia dengan berbagai macam profesi mulai
dari Pegawai Negeri, Pedagang, Pengusaha, Guru, Kiayi dan tentu saja mereka tidak
akan pernah melupakan bimbingan dasar semasa mereka hidup bersama Guru,
kehidupan para sufi yang amat sederhana.
Mereka tentu saja tidak lagi hidup dengan
kekurangan, bahkan ada yang telah menjadi pengusaha sukses tapi hati mereka
tetap seorang sufi, rajin berzikir dan taat beribadah dan selalu melaksanakan
puasa-puasa sunnah. Amal ibadah mereka disembunyikan dari pandangan umum agar
tidak menimbulkan riya’. Dengan system pendidikan hebat ini maka tidak satu pun
manusia yang bisa mengetahui yang mana sufi di dunia ini kecuali mereka adalah
sufi juga.
Mereka yang pernah menempuh pendidikan ketat
dan disiplin tinggi langsung dari Guru Mursyid tentu saja tidak akan pernah
melupakan semua ilmu yang diberikan karena ilmu itu bukan diransfer kedalam
akal fikiran mereka akan tetapi langsung kedalam rohani yang akan mereka bawa
dari dunia sampai ke akhirat kelak.
Sahabat Nabi yang hidup sebagai Ahlus Shufah
dalam waktu tertentu juga dikemudian hari hidup mereka tidak lagi persis sama
dengan kehidupan semasa mereka dibimbing oleh Nabi dalam hal kesederhanannya.
Disaat Islam sudah berkembang, mereka ada yang menjadi Jenderal, Gubernur dan
Pengusaha diberbagai negeri. Mereka tentu saja tidak lagi hanya memakan korma
kering segenggam yang membuat perut mereka panas seperti semasa mereka bersama
Nabi, akan tetapi hati mereka tidak berubah sedikitpun tetap rindu dan cinta
kepada Allah dan RasulNya.
Kehidupan duniawi mereka sudah lebih nyaman
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan akan tetapi hari mereka tetap diliputi
cahaya yang pancarannya menerangi hati segenap manusia disekitarnya.
Pendidikan model Ahlus Shufah yang diteruskan
oleh Guru Mursyid sampai saat ini adalah pendidikan terbaik di dunia karena
yang dibimbing adalah jasmani/rohani dan seluruh ilmu yang disampaikan tentu
saja berasal dari Rasulullah SAW secara estafet sambung menyambung tidak
terputus sedikitpun sehingga setiap amalan yang dikerjakan bisa
dipertanggungjawabkan kepada Allah dan RasulNya.
Tulisan ini saya tulis sebagai wujud kerinduan
kepada sahabat-sahabat saya yang dulu pernah dibimbing langsung oleh Guru dalam
kehidupan yang sangat sederhana, dalam kesulitan dan kesusahan, semoga ilmu
yang diberikan tetap bisa terjaga dan hati tetap selalu mengingat-Nya setiap
saat.
Menutup Tulisan ini saya mengutip hadist yang
sering disampaikan oleh Sang Guru, “Islam
muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali (asing), sebagaimana ia muncul
dalam keadaan asing. Maka beruntunglah orang-orang asing“. (Hadith riwayat Muslim)
Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan, Semoga tulisan ini bermanfaat!
No comments:
Post a Comment