Friday, February 17, 2017

AHLUS shuffah, sufi generasi awal


  

“Kerapkali orang yang berpenampilan kusut, berdebu, berpakaian lusuh dan disepelekan, jika bersumpah dengan nama Allah, niscaya Allah s.w.t. akan mengabulkan. Sekiranya dia berkata, ‘Ya Allah, saya memohon surgamu,’ nescaya Allah s.w.t. akan menganugerahkan surga kepadanya dam tidak memberikan sedikit pun bagian dari dunia.” (Hadith riwayat Muslim).

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. bersabda: 

“Penghuni surga semuanya (berasal dari orang yang berpenampilan) kusut, berdebu, berpakaian lusuh dan disepelekan. Merekalah yang jika memohon izin kepada penguasa tidak diberi izin, jika melamar perempuan tidak diterima dan jika berbicara tidak didengar. Kebutuhan mereka hanya terbetik dalam hatinya. Sekiranya cahaya dirinya dibagi (dipancarkan) kepada manusia pada hari kiamat, niscaya akan mengenai mereka semua”. (Hadith riwayat, al-Bukhari dan Ahmad).

Sahabat Abu Hurairah r.a. berkata: 

“Aku pernah melihat tujuh puluh orang diantara ahlus shuffah, tidak seorang pun dari mereka yang memakai kain yang menutupi bahagian atas tubuh mereka, mereka hanya memakai kain atau sarung yang mereka ikatkan ke leher. Diantara kain yang dipakainya itu, ada yang menutupi hanya separuh betis dan ada yang menutupnya sampai kedua matakaki, juga ada diantara mereka yang memegang kain dengan tangannya kerana khuatir nampak terbuka auratnya.” (Hadith riwaayat al-Bukhari)

A273

"Pemberian sedekah itu) ialah bagi orang-orang fakir miskin yang telah menentukan dirinya (dengan menjalankan khidmat atau berjuang) pada jalan Allah (membela Islam), yang tidak berupaya mengembara di muka bumi (untuk berniaga dan sebagainya); mereka itu disangka: orang kaya - oleh orang yang tidak mengetahui halnya, kerana mereka menahan diri daripada meminta-minta. Engkau kenal mereka dengan (melihat) sifat-sifat dan keadaan masing-masing, mereka tidak meminta kepada orang ramai dengan mendesak-desak. Dan (ketahuilah), apa jua yang kamu belanjakan dari harta yang halal maka sesungguhnya Allah sentiasa Mengetahuinya." (Quran, surah Al-Baqarah : 273).




Tersebut dalam tafsir Qurthubi, bahwa ayat ini turun pada mulanya untuk mengerahkan orang bersedekah kepada Ahlus Suffah, tetapi kemudian menjadi umum, yakni bersedekah kepada seluruh orang miskin (Tafsir Qurthubi Jilid III halaman 340).

Saya menampilkan hadith dan ayat Al-Qur’an di awal tulisan ini tidak lain untuk menambah keyakinan kita semua bahwa pemahaman sufi lahir sejak awal munculnya Islam dan mereka generasi sufi pertama langsung dibawah bimbingan Rasulullah s.a.w.. Kehidupan mereka yang sangat sederhana sangat selaras dengan kehidupan Nabi dan juga para sahabat lain di masa itu. Mereka lebih mengutamakan kepentingan agama dari kepentingan pribadinya.

Rasulullah s.a.w. begitu menaruh perhatian kepada para Ahlus Shufah, bahkan anak perempuan Beliau sendiri Fatimah disuruh untuk memberikan sedekah kepada Ahlus Shuffah.

Disamping belajar langsung dari Nabi s.a.w., mereka juga berfungsi sebagai tentera yang siap dikirim kemana saja dalam membela agama. Ketika pertempuran dan perang berkecamuk dengan silih berganti mereka memimpin pasukan menjadi laskar Islam yang tangguh. Di kala damai mereka sering mendapat tugas dari Rasululah s.a.w. sebagai duta umat ke negeri-negeri yang ditaklukkan pasukan Islam dan sekaligus menjadi da’i yang menyampaikan dakwah dan mengajarkan Islam di sana.

Sebagian mereka yang syahid di Badar, antara lain; Safwan ibn Bayda, Zayd ibn Khattab, Kharim ibn Fatik al-Asadi, Khubayh ibn Yasaf, Salim ibn Umair, dan Haritsah ibn Nu’man al-Ansari.

Yang syahid di Uhud; Hanzhalah al-Ghazil. Syahid dalam Perang Hudaibiyah; Jurhad ibn Khuwa’ad dan Abu Suraybah al-Ghifari. Syahid di Khaibar; Tariq ibn Amr. Syahid di Tabuk; Abd Allah Dzu al-Bijadam. Syahid di Yamamah; Salim dan Zayd ibn al-Khattab. Dengan demikian, mereka menghabiskan malam hari untuk ibadah dan siang hari untuk berperang.

Pendidikan model Ahlus Shuffah ini kemudian menjadi contoh bagi generasi selanjutnya, ulama-ulama pewaris Nabi s.a.w. yang mengajarkan umat secara zahir dan batin sehingga bukan saja jasmani mereka beragama akan tetapi juga rohani mereka.



Sufi Generasi Terakhir.

Salah satu hal yang saya syukuri dalam hidup adalah Allah s.w.t. memberikan kesempatan kepada saya untuk mengenal dan ikut merasakan bersama orang-orang yang hidup sangat sederhana, tinggal di rumah seadanya dan makan dengan makanan sangat sederhana pula bahkan mereka lebih sering berpuasa dari pada tidak berpuasa dan mereka semua dibimbing oleh Guru Mursyid dalam mencari keridhaan Allah s.w.t..

Kehidupan yang sangat sederhana dibawah kebutuhan dasar manusia ini bukanlah bersifat selamanya seumur hidup, akan tetapi hanya berlangsung ketika mereka belajar kepada Guru, langsung dibawah bimbingan Guru dalam jumlah waktu tertentu. Ada yang belajar 100 hari, 1 tahun bahkan ada yang 5 tahun.

Mereka yang pernah mendapat bimbingan ini dikemudian hari terjun ke kehidupan dunia dengan berbagai macam profesi mulai dari Pegawai Negeri, Pedagang, Pengusaha, Guru, Kiayi dan tentu saja mereka tidak akan pernah melupakan bimbingan dasar semasa mereka hidup bersama Guru, kehidupan para sufi yang amat sederhana.

Mereka tentu saja tidak lagi hidup dengan kekurangan, bahkan ada yang telah menjadi pengusaha sukses tapi hati mereka tetap seorang sufi, rajin berzikir dan taat beribadah dan selalu melaksanakan puasa-puasa sunnah. Amal ibadah mereka disembunyikan dari pandangan umum agar tidak menimbulkan riya’. Dengan system pendidikan hebat ini maka tidak satu pun manusia yang bisa mengetahui yang mana sufi di dunia ini kecuali mereka adalah sufi juga.

Mereka yang pernah menempuh pendidikan ketat dan disiplin tinggi langsung dari Guru Mursyid tentu saja tidak akan pernah melupakan semua ilmu yang diberikan karena ilmu itu bukan diransfer kedalam akal fikiran mereka akan tetapi langsung kedalam rohani yang akan mereka bawa dari dunia sampai ke akhirat kelak.

Sahabat Nabi yang hidup sebagai Ahlus Shufah dalam waktu tertentu juga dikemudian hari hidup mereka tidak lagi persis sama dengan kehidupan semasa mereka dibimbing oleh Nabi dalam hal kesederhanannya. Disaat Islam sudah berkembang, mereka ada yang menjadi Jenderal, Gubernur dan Pengusaha diberbagai negeri. Mereka tentu saja tidak lagi hanya memakan korma kering segenggam yang membuat perut mereka panas seperti semasa mereka bersama Nabi, akan tetapi hati mereka tidak berubah sedikitpun tetap rindu dan cinta kepada Allah dan RasulNya.

Kehidupan duniawi mereka sudah lebih nyaman menyesuaikan dengan kondisi lingkungan akan tetapi hari mereka tetap diliputi cahaya yang pancarannya menerangi hati segenap manusia disekitarnya.

Pendidikan model Ahlus Shufah yang diteruskan oleh Guru Mursyid sampai saat ini adalah pendidikan terbaik di dunia karena yang dibimbing adalah jasmani/rohani dan seluruh ilmu yang disampaikan tentu saja berasal dari Rasulullah SAW secara estafet sambung menyambung tidak terputus sedikitpun sehingga setiap amalan yang dikerjakan bisa dipertanggungjawabkan kepada Allah dan RasulNya.

Tulisan ini saya tulis sebagai wujud kerinduan kepada sahabat-sahabat saya yang dulu pernah dibimbing langsung oleh Guru dalam kehidupan yang sangat sederhana, dalam kesulitan dan kesusahan, semoga ilmu yang diberikan tetap bisa terjaga dan hati tetap selalu mengingat-Nya setiap saat.

Menutup Tulisan ini saya mengutip hadist yang sering disampaikan oleh Sang Guru, “Islam muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali (asing), sebagaimana ia muncul dalam keadaan asing. Maka beruntunglah orang-orang asing“. (Hadith riwayat Muslim)

Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan, Semoga tulisan ini bermanfaat!




 



Wednesday, February 15, 2017

AHLI suffah madinah


AHLI SUFFAH: (أهل الصفة ) Iaitu sekumpulan lelaki dari kalangan Sahabat Rasulullah sollallaahu alaihi wasallam (s.a.w.), yang tinggal disuatu sudut di dalam Masjid Madinah.


Sudut Ahli Suffah di masa ini dibina padanya lantai yang lebih tinggi dari tempat lain. Ianya terletak antara Pintu Jibril dan Pintu An Nisa’.

Apabila ditanya kepada Ibnu Taimiyyah tentang siapakah Ahli Suffah, maka Ibnu Taimiyyah menjawab: Adapun Ahli Suffah itu dinisbahkan kepada sekumpulan sahabat Rasulullah s.a.w. yang tinggal di hujung Masjid Madinah. Mereka adalah orang-orang miskin yang tidak mempunyai keluarga dan tempat tinggal. Pada peringkat awalnya mereka semua dari kalangan yang berhijrah dari Mekah.  Mereka itu berjumlah lebih dari 400 orang, mereka hanya bekerja untuk menampung kehidupan mereka. Kadang-kadang mereka diberi bantuan dari harta baitulmal dan kadang-kala dari kalangan orang-orang soleh.

Mereka itu tidak dikenali oleh orang ramai dan tidak mengganggu orang lain, bahkan mereka sering disangka sebagai orang yang kaya kerana tidak bekerja dan tidak pula mereka meminta-minta walaupun mereka kelaparan.

Dikatakan juga, bahawa Ahli Suffah itu tidak tertentu bilangannya, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang ramai. Ada ketika beberapa orang lelaki tinggal di situ untuk beberapa ketika kemudian mereka berpindah. Mereka kurang berilmu, bahkan ada yang murtad dari Islam sehingga Nabi s.a.w. membunuhnya. Ahli Suffah bukan dari kalangan kaum Ansar, dan bukan juga dari kalangan pembesar Muhajirin.

Perihal tentang mereka difirman oleh Allah dalam al-Quran, Surah al-Baqarah ayat 273:


 A273

“Pemberian sedekah itu) ialah bagi orang-orang fakir miskin yang telah menentukan dirinya (dengan menjalankan khidmat atau berjuang) pada jalan Allah (membela Islam), yang tidak berupaya mengembara di muka bumi (untuk berniaga dan sebagainya); mereka itu disangka: orang kaya - oleh orang yang tidak mengetahui halnya, kerana mereka menahan diri daripada meminta-minta. Engkau kenal mereka dengan (melihat) sifat-sifat dan keadaan masing-masing, mereka tidak meminta kepada orang ramai dengan mendesak-desak. Dan (ketahuilah), apa jua yang kamu belanjakan dari harta yang halal maka sesungguhnya Allah sentiasa Mengetahuinya.”


Dalam Surah al-Kahfi ayat 28 menyebutkan:


 A028

“Dan jadikanlah dirimu sentiasa berdamping rapat dengan orang-orang yang beribadat kepada Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang, yang mengharapkan keredaan Allah semata-mata; dan janganlah engkau memalingkan pandanganmu daripada mereka hanya kerana engkau mahukan kesenangan hidup di dunia; dan janganlah engkau mematuhi orang yang Kami ketahui hatinya lalai daripada mengingati dan mematuhi pengajaran Kami di dalam Al-Quran, serta ia menurut hawa nafsunya, dan tingkah-lakunya pula adalah melampaui kebenaran.”


Pada surah al-An’am ayat 52 dinyatakan:     


 A052

“Dan janganlah engkau usir orang-orang yang beribadat dan berdoa kepada Tuhan mereka pagi dan petang, sedang mereka menghendaki keredaanNya semata-mata. Tiadalah engkau bertanggungjawab sesuatu pun mengenai hitungan amal mereka, dan mereka juga tidak bertanggungjawab sesuatu pun mengenai hitungan amalmu. Maka (sekiranya) engkau usir mereka, nescaya menjadilah engkau dari orang-orang yang zalim.”


Ahli Suffah antaranya ialah:

Abd Allah Dzu al-Bijadam

Abdullah bin Mas’ud

Abu Barzah al-Aslami

Abu dZarr al-Ghaafiri

Abu Hurairah

Abu Said al-Khudri

Abu Suraybah al-Ghifari

Ammar bin Yaaser

Hanzhalah al-Ghazil.

Haritsah ibn Nu’man al-Ansari

Jurhad ibn Khuwa’ad

Kaab al-Harith

Kharim ibn Fatik al-Asadi

Khubayh ibn Yasaf

Saad bin Abi Waqqas

Safwan ibn Bayda

Salim ibn Umair

Salman al-Faarisi

Suhaib San’am

Tamin ad-Daari

Tariq ibn Amr

Uqbah bin Amir

Wabisah bin Ma’bad al-Juhani

Zayd ibn Khattab

Dan lain-lain.

















Tuesday, February 7, 2017

MEREKA tidak tersentuh api neraka



 Orang Yang Tak Tersentuh Api Neraka

Rasulullah s.a.w. bersabda:


‎ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮﺩٍ، ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ،ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻻَ ﺃُﺧْﺒِﺮُﻛُﻢْ ﺑِﻤَﻦْ ﺗُﺤَﺮَّﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ؟ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ : ﺑَﻠَﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻗَﺎﻝَ : ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻫَﻴِّﻦٍ، ﻟَﻴِّﻦٍ، ﻗَﺮِﻳﺐٍ، ﺳَﻬْﻞٍ


"Mahukah kalian aku tunjukkan orang yang haram baginya tersentuh api neraka?"

Para sahabat r.a. berkata: 

"Mahu, wahai Rasulullah!"

Baginda s.a.w. menjawab: 

"( Haram tersentuh api neraka adalah) Orang yang Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl."

(Hadith diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Hiban)


1. Hayyin ( ﻫَﻴِّﻦٍ )

Orang yang memiliki ketenangan dan keteduhan lahir mahupun batin. Tidak mudah memaki, melaknat serta tenang jiwanya..

2. Layyin (  ﻟَﻴِّﻦٍ )

Orang yang lembut dan santun, baik dalam bertutur-kata atau bersikap. Tidak kasar, tidak ikut hawa nafsu sendiri. Lemah lembut dan selalu menginginkan kebaikan untuk sesama manusia

3. Qarib ( ﻗَﺮِﻳﺐٍ )

Akrab, ramah diajak bicara, menyenangkan bagi orang yang diajak bicara. Dan murah senyum jika bertemu.

4. Sahl ( ﺳَﻬْﻞٍ )

Orang yang tidak mempersulit sesuatu. Selalu ada cara untuk selesaikan setiap permasalahan.









Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Your Website Title
How to Share With Just Friends

How to share with just friends.

Posted by Facebook on Friday, December 5, 2014